good bye dont cryin'....;
sosok
cantik itu masih berdiri tepat di
hadapan Wira dengan raut wajah yang begitu sedih akan penyesalan
sendiri.
Sedang Wira hanya bisa terdiam entah apa yang harus dilakukannya. Benar
adanya
kalau perasaan terhadap Fia masih ada tp itu perlahan hilang, terbang
bersama
luka-luka serta ketidak percayaaan akan sosok yang terus memandanginya
tanpa
jeda.
2 musim Fia
pernah menjadi bagian dari
hari-hari Wira hanya saja Fia yang tak begitu merasa akan hal itu,
buatnya Wira
tak jauh beda dengan teman yang lain yang meginginkannya. Sampai suatu
ketika
Wira merasa tersingkir dan tak berguna lalu memutuskan untuk menjauh
yang
menurutnya meninggalkannya. Cukup nyata kalau Fia tak begitu
mengandalkan Wira
yang terus menginginkannya.
Kehadiran
sosok baru cukup menyita
perhatian Fia. Reno, lelaki yang menurutnya bisa mengiyakan setiap
pintanya
yang tanpa alasan menggantikan posisi Wira.Wajah Reno memang menarik tak
beda
dengan Wira hanya Reno memilik gaya hidup mewah yang nyata dari orang
tuanya.
Wira merasa
tersakiti sekaligus terkhianati
tentang wanita yang begitu cantik yang kemarin masih miliknya, tanpa ia
sadari
ada wajah polos dengan kesederhanaan yang cukup jauh dari Fia tersenyum
padanya, senyuman itu selalu dilayangkan berkala buatnya tanpa Wira
sadari
setiap dia bertatap muka. Wajah polos itu mencoba menarik perhatiannya
yang
selalu menjadi bayang—bayang dan menjadi bagian dari hari-harinya
setelah
merelakan semua tentang Fia. Mulai saat itu Wira mencoba memutar balik
ingatannya tentang wanita yang cukup ia kenali wajahnya, jelas tak ada
maksud
hanya niat baik yang dia tunjukkan saat ia mulai tersadar.
Aku memang
sayang sama Wira jauh sebelum
Fia mengenalnya, hanya saja aku memendamnya dalam hati, buatnya tak ada
alasan
untuk mengenali Wira lebih jauh, cukup nama dan wajahnya saja, yang
menurutku
tak mungkin memiliki fisik indahnya. Tapi waktu terlihat berpihak padaq,
semua
berjalan tanpa rencana bisa dikata kalau Wira selalu menjadikanku
sebagai
tempat berbagi atau apalah yang membutnya nyaman entah buatnya merenung
lalu
tersenyum kemudian tertawa. Banyak waktu yang kulalui bersama Wira meski
masih
separuh waktu dari Fia saat masih menjadi miliknya.
“Wir,
adakah kesempatan itu lagi..??” pinta Fia memohon dengan
menggenggam tangan Wira
Wira masih
terdiam, sejenak di tatapnya
wajah Fia yang begitu penuh pengharapan, begitupun bola matanya yang
meyakinkan
ketulusannya. Wira tak pernah membayangkan sosok yang begitu cantik
memohon
akan cintanya. Ingin sekali Wira meredakan rasa sedihnya dan
menghilangkan rasa
sesalnya, hanya saja wajah Reezna sekilas terlihat dalam ingatannya yang
membuatnya tak yakin akan permintaan Fia.
“Fi,
dulu aku begitu menginginkanmu,
begitu tertarik akan kecantikanmu, tapi aku sadar saat denganmu tak ada
rasa
yang kau tunjukkan sekalipun, menurutmu aku tak jauh beda dengan teman
yang
lainnya. Kamu tahu rasanya seperti apa, apa perlu aku gambarkan
perasaanku saat
itu. Tapi percuma wanita sepertimu tak kan pernah tahu soal
perasaan..!!” jelas
Wira perlahan melepaskan genggamanya dari Fia
“Wir,
aku butuh kamu..!” ucap
Fia
lirih dengan air mata
“butuh,,
sejak kapan Fi kamu butuh
aku..!?” tanya
Wira sedikit tersenyum dengan hati yang cukup sakit
“tapi
Wir aku……….”
Belum sempat
Fia melanjutkan pintanya Wira
mencoba memotong pembicaraanya yang menurutnya tak akan merubah hatinya.
Wira
mencoba menjelaskan inginnya tanpa harus melukai hatinya, hati yang dulu
dimilikinya yang kini tergantikan.
“tp
Wir, itu engga adil..!?” ucap
Fia masih dengan air matanya
“beberapa waktu lalu aku juga
pernah merasakan hal
yang serupa, bahkan lebih darimu” Wira
mencoba menenangkan Fia lalu sedikit melangkah darinya.
Semua nampak
jelas sejelas pernyataan Wira
selama bersamanya seperti terlihat secara kasat mata tentang sikapnya
selama
ini. Fia menyeka air matanya seakan menyadari yang telah lalu. Selangkah
dia
mencoba mendekati Wira dengan tenang meski hatinya tak serupa yang
terlihat.
“Wir,
apa ada yang menggantikan
posisiku..??”
tanya Fia
lembut
Wira tampak
tak tenang dengan pertanyaan
itu, sesekali dia menunduk tak jarang juga dia memalingkan wajahnya ke
arah
yang tak jelas seperti tak berani memandang wajah Fia
“Wir..!!” ucap Fia masih
dengan nada lembut dengan mengerutkan kedua keningnya
“apa
perlu aku jawab..!?” tanya
Wira
Fia mencoba
tersenyum simpul yang sangat
berbanding terbalik dengan perasaanya saat itu, meski ia tahu kalau tak
ada
harapan lagi buatnya. Wira terlihat bingung, ingin sekali dia tak
menyakiti
hatinya tapi pertanyaan Fia butuh kejelasan, meski hanya pernyataan
singkat
yang cukup tak adil buatnya.
Wira mencoba
menghela nafas tapi tak ingin
terlihat oleh Fia,, dari awal Wira tak pernah tega menyakiti hatinya,
tapi kali
ini mungkin sikap Wira bisa menjelaskan keadaan yang sebenarnya.
“Wir,
dari tadi,, uuppsss sorry..!” seakan
ku
tarik ucapanku saat melihat mereka lagi ngobrol
“kenapa
Reez..??” tanya
Wira senyum kaget
“aah
engga jadi..!” jawabku kaku
seperti mataku yang melihat mereka
Fia terdiam
tak mau melihatku apa lagi
menggubrisku, dia hanya sibuk memainkan ujung rambutnya dengan
jari-jarinya,
sesekali mengibas rambut hitamnya yang panjang dan lurus yang menurutnya
indah,
bukan masalah buatku, begitupun dengan Wira. Perlahan kulangkahkan
kakiku
berniat tak mengganggunya, tapi Wira tak pernah melepaskan pandangannya
dariku.
Jelas terlihat oleh Fia yang sangat membuatnya berang yang nyata di
wajahnya.
“
mau kemana..??” tanya Wira
menghampiriku
Kucoba cari
alasan, yang pasti wajah kakuku
tak terlihat olehnya, Wira mencoba mencegahku, mungkin buatnya saat yang
tepat
akan pertanyaan Fia
“aku
pergi dulu yach..!” ucapku
pelan
seraya kupalingkan wajahku bergegas meninggalkan mereka
“reez,
tunggu..!” spontan
Wira memanggilku
Aku terdiam
dari langkahku, ingin sekali
aku mambalikkan badanku tapi tak ingin melihat wajah Fia yang begitu
menyudutkanku begitupun wajah Wira yang terlihat serba salah.
”Wir
kamu belum jawab
pertanyaanku..!?” teriak Fia
berjalan
mendekatinya
Wira
menhampiriku lalu sesaat berhenti
tepat di sampingku
“Reez,
kamu jangan ninggalin aku
yach..??”
bisik Wira
pelan ke arahku
Tak banyak
yang bisa kulakukan selain
terdiam, ingin ku iyakan pintanya tapi gambaran Fia seakan
menggerogotiku
dengan terror dari belakang, berkali-kali kuhela panjang nafasku bukan
takut
tapi berharap sesuatu yang tak mungkin tentang Wira
“Wir, kamu…!!”
belum sempat Fia berucap
yang terus
mencoba mendekatinya, Wira menggenggam tanganku erat seakan takut aku
pergi
tanpanya
“Fi, aku minta maaf, aku tak bisa
menjawab pertanyaanmu
dengan kata yang mungkin tak ingin kau dengar tapi mungkin kamu bisa
mengerti.
Aku masih Wira yang dulu tapi tidak dengan perasaanku..!”
Ucapan Wira
cukup menyakitkan hati Fia yang
tak bisa berbuat apa-apa sampai berkatapun tak mampu. Kulangkahkan
kakiku
dengan penuh senyuman dalam hati lalu berbisik kalau Wira memiliki hati
yang
begitu baik tak hanya wajah dan fisiknya saja. Begitupun dengan Wira
yang
tersenyum penuh harap sesekali melepaskan genggaman tangannya hanya
untuk memegang kepalaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar