7 tahun silam kita adalah pemenang, kita memenangkan waktu meski tak tersentuh. Semua terasa di genggaman, aku dan kamu berkuasa, berkuasa akan kebahagiaan dan kebersamaan. Tak sedikit waktu yang terlewatkan tanpa bertatap muka, apa yang aku miliki menjadi milikmu juga, begitupun sebaliknya. Kita bak seorang penguasa bila berjalan bersama, semua yang kita hadapi dan menjadi objek pandangan adalah kebahagiaan. Kita merasa sehati apa yang aku sukai dan gemari sama denganmu, perbedaan kita hanya setitik, hanya fisikmu sedikit tambun dariku. Kau begitu penyayang, perhatian dan aku melakukan hal yang sama, kau begitu tangguh bisa mengahadapi apa saja tak seperti aku yang manja yang selalu jadi sebutan buatmu, tapi itu tak pernah menjadi satu masalah, kita tetap seiring sejalan tanpa batas, kita merasa saudara meski tak sedarah.
7 tahun lalu, kau selalu menuruti inginku seperti aku yang mengiyakan setiap pintamu, meksi kadang air matamu pernah menetes sedikit karenaku tapi kamu tak tahu ada waktu hatiku beruarai air mata karena sikapmu. semua itu tetap menjadi senyuman, senyuman yang menjadikan kita adalah wanita pemberani. Kau mengajarkan aku begitu banyak hal, mengajarkan aku seperti apa menjalani waktu di putaran bumi, mengajarkan aku menerima kerasnya hari-hari, mengajarkan aku terus tersenyum saat matahari mulai terbit. Semua telah kudapat satu persatu darimu namun aku belum bisa setangguh dirimu, sesendiri dirimu melangkahkan kaki yang begitu melawan keadaan tanpa diriku. Buatku kau tetap wanita hebat, wanita tanpa batas seperti tanpa kelemahan. kita adalah sahabat, sahabat sejati kala itu, sahabat yang selalu ada saat itu dan sahabat selalu melengkapi waktu itu.
Dan Satu hal telah mengacaukan segalanya, segalanya tentangku yang tak ingin lagi terbaca di benakmu hanya kamu berpikir aku begitu berubah sikap. Betapa berangnya aku saat itu karena keadaan di sekitarmu seakan mendukung pikiranmu yang hanya sepihak tentangku yang membuat kesalah fahaman itu berlanjut dan terus berlanjut. Kenapa tak terpikir olehmu tentang waktu untukku menjelaskan segalanya. Aku tak pernah menuduh mereka menjauhkanmu dariku tapi kenyataan menunjukkan padaku betapa tersudutnya aku saat itu
Kini 7 tahun itu tak pernah terlupa sedikitpun, wajahmu kala itu masih jelas tanpa samar. Ingin kulupa kisah itu tapi semua masih berbekas seperti wajahmu yang tak pernah hilang dari ingatanku. Kini 7 tahun itu mempertemukan kita lagi. Semua nampak berbeda amat sangat jelas dengan pandanganmu walau sikapku cukup mengimbanginya tapi masih saja kaku.
“akhirnya kamu memberanikan diri juga untuk bertemu..!!” kupandangi wajahnya yang seperti tanpa semangat
“maav ada apa yach..!?” tanyanya begitu sadis seakan tak mengenaliku
Kutarik lengannya tanpa sengaja yang dulu selalu menggandengku kemanapun aku pergi. Kutatap matanya yang tak lagi seteduh kala itu. Aku begitu kaku tak tahu harus memulai dari mana tapi kenapa sikapnya begitu memaksaku, memaksaku meneteskan air mata.
Apakah kamu masih mengenaliku
Apakah wajahku sudah tak lagi ada dalam memory ingatanmu
Atau mungkin kau yang ingin lari dari kenyataan..??
Wajahnya seketika berubah seakan geram tapi penuh tanya
Tak usah kaget
Tak usah memandangiku seperti itu
Keningnya masih mengerut entah apa yang ada dalam benaknya
Apa kau ingin menanyakan dari mana aku menemukan nomor ponselmu
Apa kau ingin menanyakan kenapa aku begitu berambisi ingin menemuimu
Bukan hari ini yang menjadi rencanaku
Setiap hari yang menjadi bertahun tahun ingin kujelaskan padamu
Tak usah menarik nafas sedalam itu
Sebenarnya aku masih belum percaya dengan tuduhanmu itu
Yang terus menghantuiku tanpa henti
Kenapa tak kau putar ulang kisah itu
Yang bisa membuatmu menarik kesimpulan
Apa aku begitu tak punya tempat karena mereka
Apa semudah itu kau terhanyut akan mereka
Tak kau ingatkah waktu itu aku lebih memilihmu dan meninggalkan mahluk yang paling indah itu
Sosok pemuda yang selalu menjadi kebanggan kita
Sosok pemuda yang kau sodorkan padaku karena begitu menyayangiku
Kala itu aku mulai begitu faham betapa tulusnya sikapmu padaku
Tapi kenapa kau begitu berubah sikap
Sikap yang tak bisa kupecahkan sampai sekarang ini..!?
Aku tak seperti yang kau kira
Aku tak serendah yang kau lihat
Aku masih aku yang dulu
Yang kau kenal penuh kasih
Yang selalu kau andalkan saat kau rapuh
Apakah kau tahu
Fotomu masih terpajang indah didinding kamarku
Tak hanya satu, dua tapi tak bisa lagi ku menghitungnya
Apakah kau tahu
betapa indahnya senyummu saat merangkul pundakku
tak bisa lagi kujelaskan, betapa derasnya air mataku karena merindumu
apa kau tahu semua tentang mereka tak lagi ada dalam hari-hariku
semua kubiarkan hilang tak lagi berputar dalam otakku
Tapi sudahlah tak ada untungnya lagi aku kembali ke masa itu
Aku hanya ingin membenarkan hatiku meski kau tak bisa menerimanya
aku minta maav jikalau khilafku begitu membuatmu menjadi seperti sekarang ini
aku minta maav jikalau aku begitu penuh harap kembali seperti dulu
aku minta maav jikalau sikapku tak lagi seramah dahulu
tapi satu hal
kau tetap wanita tangguh yang ku kenal
wanita hebat yang selalu mengajariku banyak hal
kau tetap sahabat terbaikku meski aku tidak bagimu
masih banyak yang ingin kujelaskan
tentang pandanganmu yang sepihak tentangku
tapi jujur air mataku sudah tak mampu untuk itu
sungguh aku tak berubah seinchipun tentangmu
jikalau kau merasa cerdas
kau pasti bisa mengerti semuanya tanpa aku harus mengurainya panjang lebar
tak sekalipun kubiarkan mulutnya berbicara saat bertemu denganku. Hanya penjelasan yang cukup buatku lalu meninggalkannya. Aku tak begitu berharap dia menghampiriku. Aku hanya ingin dia tahu yang sebenarnya dengan kecerdasannya..!!
“ msh nge_net trus..?!” tanya sang kakak yang
suaranya tiba-tiba mengagetkanku dari balik pintu
“iyya, lagi dead line neeh..!!” jawabku dengan
memainkan jari-jariku di atas keypad
“kaya wartawan aja..!! senyumnya samar yang
masih dari balik pintu
“he’em emergency neeh, besok pagi dah harus terbit..!!”
“jam berapa…?!” tanyanya nyegir
“pokokoknya sebelum matahari terbit..!!”jawabku terdengar serius
“dasar anak g jelas..!!” timpanya dengan tawa
yang aneh
Kata tidak jelas itu sudah jadi nyanyian di kupingku setiap dia
melihatku dengan kesibukan yang menurutnya mungkin tidak jelas juga, yang
hampir setiap saat waktuku kuhabiskan dalam kamar dengan laptop yang sama
sekali jarang terlihat off, entah apa yang aku lakukan yang pasti tidak membuat
mata dan otakku bosan.
“masih ngenet…?!”tanyanya masih dengan gaya yang sama
“ada apa lagi, perasaan baru 10 menit dech..!?”jawabku kesal lalu
mengahampirinya
“yeewwwhhh matanya dah merah, msih juga dipaksain, tuch ada
telpon dari Fikha”ucapnya
ketus
Wajahku sedikit datar menuju ruang keluarga yang jaraknya tak
jauh dari kamarku
“halo sista, kenapa”tanyaku lembut
“dari tadi aku hubungin tapi ponsel kamu engga aktif-aktif..!?”
“sorry, lagi di charge..!”
“besok jam satu siang ketemu di tempat biasa..!!”
“ngapain..??”tanyaku
aneh dengan mengerutkan dahi
“besok aja di bahas..!!” pesannya singkat
Tak tahu apa yang ada dalam pikiranku saat itu yang aku rasa ada
sesuatu yang tak jelas tak seperti biasanya.
Pukul 01.07 siang aku sudah duduk di tempat yang Fikha janjikan
tapi tidak dengannya yang mungkin sedikit
telat. 20 menit berlalu aku hanya terdiam tapi tidak dengan jari-jariku
yang sedari tadi sibuk ngutak-ngatik ponsel mulai dari browsing ampe YMan…!!
“ sorry sist telat, tadi di jalan macet” kata
pertama yang dia ucapkan dengan wajah sedikit merasa bersalah lalu menarik
kursi yang ada di depanku
“santai aja sist..!!”
“tumben ngajak ketemu di luar, biasanya sista datang sendiri ke
rumah..??” tanyaku polos
“engga apa-apa, cuma mau ngobrol aja, kangen..!!”
jawabnya senyum yang sudah jadi ciri khasnya
“kangen,, kaya’ seminggu aja baru ketemu..!!”
senyumku dengan sedikit aneh
“oh yach gimana kabar Iraz..!!”
tanyanya singkat
“baik..!!” jawabku tapi tidak dengan
otakku yang mungkin sedikit aneh karena pertanyaannya
“ada apa sist, koq liatnya kaya githu..??”
“aakhh engga apa-apa”jawabku sambil sedikit memalingkan muka
“sist, aku kesini mau ngobrol banyak, jadi engga usah
basa-basi..!!
“sist, ada apa seeh,, aneh..!!”tanyaku sedikit kesal
“kamu sist yang aneh, kenapa harus Iraz yang cerita ke aku..!!
“ooowwwhhh jadi udah tahu..!?”tanyaku dengan nada rendah
“cmon sist, tell me whts goin’ on..?!”tanyanya
penasaran
“bingung aku ceritanya sist..!!”
Fikha sejenak terdiam mentap mataku yang mulai sedikit berkaca
“sudah 4 tahun kan sista..??”
tanyanya dengan suara lembut
Kuanggukkan kepala membenarkan ucapannya
“ok.., aku bukan cuma ngerti tapi q juga bisa ngerasain perasaan
kamu sist..!!” ucapnya lagi dengan suara yang sama seakan ingin memelukku
“sist, engga ada alasan lagi buatku bertahan, dan aku engga
punya alasan lagi buat nahan Iraz..!!”kumulai cerita pada Fikha, dari awalnya dia hanya terdiam tak
lain bermaksud menunggu aku bercerita sampai selesai tanpa harus memotong
pembicaraanku
“engga bisa kupungkiri kalau aku engga bisa merelakannya, sakit
sist, sangat sakit, secara apa yang dilakukan selama ini padaku..!!” Fikha
masih terdiam begitupun duduknya yang tak pernah beranjak.
“apa karena alasan itu sist..??”
tanyanya
“iyya”
“apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu..??”
“iyya..!!” jawabku terdengar ragu
“dari awal aku sudah bilang sist, tapi aku juga engga mungkin
ngalangin perasaan kamu..!!
“kenapa sist..??”tanyaku dengan air mata yang tak tertahan lagi
“begitulah cinta sist, kalau sudah berpihak, logika kadang
terabaikan..!!”
“tapi…??”
“denger aku sist, bukan aku engga suka, tapi kalau boleh jujur
aku engga yakin dengan kalian berdua..!!”
“kenapa..?!”tanyaku
seakan memaksanya
Fikha diam seakan ikut larut dalam kesedihanku, dan tetap saja terdiam
seakan tak sanggup menjelaskan ucapannya , tapi aku tahu maksudnya, akupun terdiam
entah apa yang aku liat diskitarku.
“sista yang sabar yach..!!”
ucapnya dengan memegang ke dua tanganku
Ku coba terus terdiam tapi hati terus menggeliat seakan memaksaku
tuk berontak, wajahku menunduk menatap hampa entah apa yang jelas dalam
benakku, tapi semua nampak samar karena mataku terus berkaca.
“aku selalu berdoa, bukan hanya saat aku
selesai bersujud yang selalu jadi kebiasaanku di setiap waktu, dalam doaku selalu
kupanjatkan setiap pinta dan asaku pada TUHAN,
kujelaskan juga tentang diriku dan
dirinya, aku hanya menerka-nerka, dengan aku bercerita TUHANpun akan tersnyum
mendengarnya meski aku dan dia menyembahnya dengan cara yang berbeda..!!”
ucapku dengan menekan nada suaraku tapi tidak dengan air mataku yang terus
mengalir
“kamu engga salah sist, begitupun dengan
Iraz, hanya saja kalian berbeda, beda keyakinan, cara beribadah, begitupun yang
kalian sembah, semua nampak jelas, begitupun tujuan hidup kalian, semua
berbeda. Kamu tahu kan sist setiap ciptaan TUHAN menginginkan yang seimbang dan
saling melengkapi..!!”jelas Fikha dengan kata-kata yang jelas
tanpa jeda yang membuat aku tak bisa menahan air mataku, hatiku sakit teriris
Kepalaku masih tertunduk entah seperti apa tatapan Fikha
terhadapku
“seburuk itukah aku yang di anggap melanggar
norma agama, sampai aku menyerah pada hukum agama karena semua menganggapku
salah. Ingin sekali kuteriakkan pada mereka bahwa aku bukanlah pendosa, ingin juga
kujelaskan bahwa aku dan dia tak begitu hina yang terpikir oleh mereka. Aku
hanya menjadi diri sendiri tapi kenapa cinta kita dianggap sampah oleh mereka
yang memandang kami, salahkah cinta yang menyatukan kami dengan perannya yang seharusnya. Aku juga termasuk mahluk
kecintaan Tuhan seperti yang lainnya, aku juga tak pernah melanggar asusila,
tidak tahukah mereka kalau sekalipun dia menyentuhku tak pernah selain menjabat
tanganku, tak tahukah mereka tentang tutur katanya yang begitu lembut dan
terjaga, tak tahukah mereka seperti apa dia memandang wanita yang begitu
berharga, baginya menyayangiku seperti ibunya dan menjagaku seprti adik
wanitanya, trus kenapa kami masih begitu
terlihat tolol oleh mereka..??” sontak kata-kata itu spontan
terlepas dari bibirku yang merasa tak pantas akan hujatan mereka.
“sudahlah sist jangan ditangisi,
kenyataan memang seperti ini, tanpa logika perasaan akan membuatmu jatuh
terpuruk..!!”
Aku berusaha menahan air mataku meski kadang tak sanggup, kucoba
tersenyum simpul tapi tidak hatiku, jelas aku belum bisa menahan rasa sakitku
tentang Iraz, tentangnya yang begitu istimewa, seakan aku tak punya alasan
untuk membencinya seperti aku yang tak punya alasan untuk meninggalkannya,
semua indah saat bersamanya seperti tak ada celah sediktpun, dia begitu hebat,
hebat dalam segala hal meski usianya lebih muda dariku, dia sosok yang dewasa
dan cukup bijak. Buatnya aku adalah masa depannya yang selalu buatnya bertahan
untuk menunggu, semua mimpi indahnya telah ia ciptakan untuk dijadikan
kenyataan saat aku dan dia bersama. Banyak, sangat banyak harapan dan mimpi
kita yang selalu menjadikannya sebuah doa.
Air mataku tak bisa mengelak, semua menetes secepat arus. Ingin
sekali aku bercerita tentangnya pada Fikha, sehebat apa Iraz tapi semakin aku
mengingatnya tak banyak yang bisa terucap selain air mata.
“sudahlah sist, aku engga bisa liat kamu seperti ini..?!”
“aku belum yakin dengan semua ini, kenapa harus aku..!?
Aku terus menjelaskan sedikit tentang Iraz, tentangnya yang
begitu penyayang. Kujabarkan 1 per 1 seperti apa aku mengenalnya. Kurangkai
kata agar terdengar sempurna, sesempurna tulusnya padaku. Fikha menatapku tajam
dan menyentuh ke dua pipiku dengan tangannya yang lembut seraya menyeka air
mataku yang menetes dan terus menetes.
Dengan berdirinya Iraz di
depanku begitu sangat mengagetkanku bak shock terapi yang akut.
“aku mengajak Iraz juga, biar
masalahnya clear, karena bagi Iraz itu hanya alasan sepihak darimu..!!”
pernyataan Fikha membuat jantungku tak hanya akut karena kaget tapi juga
menjadi kronis. Betapa tak berdayanya aku di depan Iraz yang terus menatapku
tanpa suara.
“gimana raz, apa masih kurang
jelas..??” tanya Fikha ke Iraz
“cukup”
jawabnya singkat yang mungkin menjawab semua alasan aku meninggalkannya
Kuberanjak mendekati Iraz yang masih menatapku tanpa suara, tak
ada gerak dari tubuhnya sedikitpun tapi matanya begitu berbicara tentangku.
Perlahan kumeraih tangannya, tangannya yang terbiasa menjagaku.
“dosakah
aku bb [beib], salahkah aku bb, aku hanya menyayangimu, aku hanya ingin
mendampingimu..!! kukatakan pada Iraz yang perlahan memeluk tubuhku untuk pertama
kalinya
Iraz tak mampu menjawab tanyaku. Detak jantungnya begitu cepat
terdengar ditelingaku tanpa irama saat kepalaku bersandar di dadanya yang cukup
bidang buatku, tubuhku begitu hangat sehangat darahku yang mengalir dari arteri
sampai vena.
“bb, tolong jawab aku..!?” pintaku manja
“bb, pilihanmu tak salah, tak ada yang
salah, begitupun mereka meski mereka tak bisa menghakimi kita, karena mereka
tak tahu tentang kita, tapi mereka melakukan yang menurutnya benar, yang pasti
terbaik buat bb..!! jawabnya lembut
“bagaimana dengan bb..??”tanyaku menarik bajunya
yang tersentuh olehku
“entahlah..!!” jawabnya masih memelukku
erat
Air mataku terus dan terus mengalir tanpa henti, kutarik bajunya
perlahan kutepuk dadanya yang jantungnya masih berdetak kencang tanpa irama.
Ada setetes air yang jatuh di ujung lenganku. Kupandangi wajahnya yang tenang, pipinya
beruarai air mata. Kali pertama aku melihatnya seperti itu.
Fikha menyaksikan kisahku. Sedikit tersenyum tapi tak bisa
menutupi air matanya yang juga menetes. Entah apa yang ada dibenaknya.
“ bb, apa dunia sedang memainkan perannya..??”
tanyaku sdikit mengisak air mataku yang masih menetes
“iyya..!!”
“bb, apa aku memang tak pantas buat bb..?!”
“bukan bb tapi kenyataan yang menganggap kita tak pantas
buatnya..!!”
Tak sekejap pun Iraz melepaskan pelukannya, air matanya masih
sedikit menetes. Langit seketika menjadi gelap tapi belum bisa menyamai hatiku
saat itu. Udara dingin menghampiriku memasuki setiap rongga dan celah kulitku,
seakan bertiup melalui pori-pori tapi tak bisa menembus darahku yang terus
hangat karena Iraz.
Iraz menghela nafasnya yang
panjang lalu melepas pelukannya dariku.
“bb masih percaya sama aku..??”tanyanya dengan memegang lembut ke
dua pipiku
“iyya..!!”jawabku pelan dengan tetesan air mata
“tak ada yang bisa dilakukan lagi. Semua tak percuma hanya saja
takdir telah melakukan tugasnya dengan sempurna.!!”
Tak bisa kuberucap,
bernafaspun seakan tak mampu tapi aku terus menatap tajam matanya yang tak
pernah teralihkan dariku
“kenapa perbedaan itu
begitu asing buat kita, kenapa cinta tak bisa menyatukannya, bukankah cinta
berperan sebagai penyatu apa pun..??” tanyaku yang merasa tak
adil dengan semuanya
“iyya..!!”
“tp kenapa cinta tak melakukan tugasnya..??”
“dilakukan bb..!!”
“tapi kenapa dengan memisahkan kita..??”
“bb pernah bilang kalau cinta terkalahkan oleh logika, awalnya
aku ragu, terus bb bilang lagi sedang logika terkalahkan oleh iman, aku baru
sadar kalau ucapan bb begitu terdengar sempurna, sesempurna kisah kita yang
menggantungkan kesedihan..!!” ucapnya menjabarkan
pernyataanku saat bahagia masih berpihak pada kita
Kupandangi wajahnya dengan mata yang memerah karena air mata
yang seakan penuh pertanyaan tanpa ujung
“bb,
jangan kamu menangis lagi, bukankah banyak bahagia yang kita lewati bersama
meski tak jarang aku buatmu bersedih, bb tolong jangan kamu menangis lagi,
kisah kita bukan romeo dan juliet lagi..!!” diucapnya perlahan dengan mata
berkaca
Kuanggukkan kepalaku
perlahan. Angin kencang hanya bisa berlalu dariku yang masih tak mampu
mengeringkan air mataku dan menenangkan hatiku.
“bb, relakan aku pergi yach, tapi kalau nanti kita bisa bersama
lagi tolong bb jangan pernah lepaskan aku lagi..!!”ucapnya seakan berbisik ditelingaku
berharap aku mengiyakan pintanya
Sangat tak bisa
kugambarkan hatiku saat itu, ragaku terasa hancur berantakan, air mataku laksana
hujan, dengan petir adalah isak tangisku, seakan aku murka dengan keputusanku
sendiri. Sungguh hebat sehebat senyumnya yang begitu merapuhkan pandanganku
akan sosoknya..!!
sosok
cantik itu masih berdiri tepat di
hadapan Wira dengan raut wajah yang begitu sedih akan penyesalan
sendiri.
Sedang Wira hanya bisa terdiam entah apa yang harus dilakukannya. Benar
adanya
kalau perasaan terhadap Fia masih ada tp itu perlahan hilang, terbang
bersama
luka-luka serta ketidak percayaaan akan sosok yang terus memandanginya
tanpa
jeda.
2 musim Fia
pernah menjadi bagian dari
hari-hari Wira hanya saja Fia yang tak begitu merasa akan hal itu,
buatnya Wira
tak jauh beda dengan teman yang lain yang meginginkannya. Sampai suatu
ketika
Wira merasa tersingkir dan tak berguna lalu memutuskan untuk menjauh
yang
menurutnya meninggalkannya. Cukup nyata kalau Fia tak begitu
mengandalkan Wira
yang terus menginginkannya.
Kehadiran
sosok baru cukup menyita
perhatian Fia. Reno, lelaki yang menurutnya bisa mengiyakan setiap
pintanya
yang tanpa alasan menggantikan posisi Wira.Wajah Reno memang menarik tak
beda
dengan Wira hanya Reno memilik gaya hidup mewah yang nyata dari orang
tuanya.
Wira merasa
tersakiti sekaligus terkhianati
tentang wanita yang begitu cantik yang kemarin masih miliknya, tanpa ia
sadari
ada wajah polos dengan kesederhanaan yang cukup jauh dari Fia tersenyum
padanya, senyuman itu selalu dilayangkan berkala buatnya tanpa Wira
sadari
setiap dia bertatap muka. Wajah polos itu mencoba menarik perhatiannya
yang
selalu menjadi bayang—bayang dan menjadi bagian dari hari-harinya
setelah
merelakan semua tentang Fia. Mulai saat itu Wira mencoba memutar balik
ingatannya tentang wanita yang cukup ia kenali wajahnya, jelas tak ada
maksud
hanya niat baik yang dia tunjukkan saat ia mulai tersadar.
Aku memang
sayang sama Wira jauh sebelum
Fia mengenalnya, hanya saja aku memendamnya dalam hati, buatnya tak ada
alasan
untuk mengenali Wira lebih jauh, cukup nama dan wajahnya saja, yang
menurutku
tak mungkin memiliki fisik indahnya. Tapi waktu terlihat berpihak padaq,
semua
berjalan tanpa rencana bisa dikata kalau Wira selalu menjadikanku
sebagai
tempat berbagi atau apalah yang membutnya nyaman entah buatnya merenung
lalu
tersenyum kemudian tertawa. Banyak waktu yang kulalui bersama Wira meski
masih
separuh waktu dari Fia saat masih menjadi miliknya.
“Wir,
adakah kesempatan itu lagi..??” pinta Fia memohon dengan
menggenggam tangan Wira
Wira masih
terdiam, sejenak di tatapnya
wajah Fia yang begitu penuh pengharapan, begitupun bola matanya yang
meyakinkan
ketulusannya. Wira tak pernah membayangkan sosok yang begitu cantik
memohon
akan cintanya. Ingin sekali Wira meredakan rasa sedihnya dan
menghilangkan rasa
sesalnya, hanya saja wajah Reezna sekilas terlihat dalam ingatannya yang
membuatnya tak yakin akan permintaan Fia.
“Fi,
dulu aku begitu menginginkanmu,
begitu tertarik akan kecantikanmu, tapi aku sadar saat denganmu tak ada
rasa
yang kau tunjukkan sekalipun, menurutmu aku tak jauh beda dengan teman
yang
lainnya. Kamu tahu rasanya seperti apa, apa perlu aku gambarkan
perasaanku saat
itu. Tapi percuma wanita sepertimu tak kan pernah tahu soal
perasaan..!!”jelas
Wira perlahan melepaskan genggamanya dari Fia
“Wir,
aku butuh kamu..!”ucap
Fia
lirih dengan air mata
“butuh,,
sejak kapan Fi kamu butuh
aku..!?” tanya
Wira sedikit tersenyum dengan hati yang cukup sakit
“tapi
Wir aku……….”
Belum sempat
Fia melanjutkan pintanya Wira
mencoba memotong pembicaraanya yang menurutnya tak akan merubah hatinya.
Wira
mencoba menjelaskan inginnya tanpa harus melukai hatinya, hati yang dulu
dimilikinya yang kini tergantikan.
“tp
Wir, itu engga adil..!?”ucap
Fia masih dengan air matanya
“beberapa waktu lalu aku juga
pernah merasakan hal
yang serupa, bahkan lebih darimu”Wira
mencoba menenangkan Fia lalu sedikit melangkah darinya.
Semua nampak
jelas sejelas pernyataan Wira
selama bersamanya seperti terlihat secara kasat mata tentang sikapnya
selama
ini. Fia menyeka air matanya seakan menyadari yang telah lalu. Selangkah
dia
mencoba mendekati Wira dengan tenang meski hatinya tak serupa yang
terlihat.
“Wir,
apa ada yang menggantikan
posisiku..??”tanya Fia
lembut
Wira tampak
tak tenang dengan pertanyaan
itu, sesekali dia menunduk tak jarang juga dia memalingkan wajahnya ke
arah
yang tak jelas seperti tak berani memandang wajah Fia
“Wir..!!”ucap Fia masih
dengan nada lembut dengan mengerutkan kedua keningnya
“apa
perlu aku jawab..!?”tanya
Wira
Fia mencoba
tersenyum simpul yang sangat
berbanding terbalik dengan perasaanya saat itu, meski ia tahu kalau tak
ada
harapan lagi buatnya. Wira terlihat bingung, ingin sekali dia tak
menyakiti
hatinya tapi pertanyaan Fia butuh kejelasan, meski hanya pernyataan
singkat
yang cukup tak adil buatnya.
Wira mencoba
menghela nafas tapi tak ingin
terlihat oleh Fia,, dari awal Wira tak pernah tega menyakiti hatinya,
tapi kali
ini mungkin sikap Wira bisa menjelaskan keadaan yang sebenarnya.
“Wir,
dari tadi,, uuppsss sorry..!”seakan
ku
tarik ucapanku saat melihat mereka lagi ngobrol
“kenapa
Reez..??” tanya
Wira senyum kaget
“aah
engga jadi..!”jawabku kaku
seperti mataku yang melihat mereka
Fia terdiam
tak mau melihatku apa lagi
menggubrisku, dia hanya sibuk memainkan ujung rambutnya dengan
jari-jarinya,
sesekali mengibas rambut hitamnya yang panjang dan lurus yang menurutnya
indah,
bukan masalah buatku, begitupun dengan Wira. Perlahan kulangkahkan
kakiku
berniat tak mengganggunya, tapi Wira tak pernah melepaskan pandangannya
dariku.
Jelas terlihat oleh Fia yang sangat membuatnya berang yang nyata di
wajahnya.
“
mau kemana..??”tanya Wira
menghampiriku
Kucoba cari
alasan, yang pasti wajah kakuku
tak terlihat olehnya, Wira mencoba mencegahku, mungkin buatnya saat yang
tepat
akan pertanyaan Fia
“aku
pergi dulu yach..!”ucapku
pelan
seraya kupalingkan wajahku bergegas meninggalkan mereka
“reez,
tunggu..!” spontan
Wira memanggilku
Aku terdiam
dari langkahku, ingin sekali
aku mambalikkan badanku tapi tak ingin melihat wajah Fia yang begitu
menyudutkanku begitupun wajah Wira yang terlihat serba salah.
”Wir
kamu belum jawab
pertanyaanku..!?”teriak Fia
berjalan
mendekatinya
Wira
menhampiriku lalu sesaat berhenti
tepat di sampingku
“Reez,
kamu jangan ninggalin aku
yach..??”bisik Wira
pelan ke arahku
Tak banyak
yang bisa kulakukan selain
terdiam, ingin ku iyakan pintanya tapi gambaran Fia seakan
menggerogotiku
dengan terror dari belakang, berkali-kali kuhela panjang nafasku bukan
takut
tapi berharap sesuatu yang tak mungkin tentang Wira
“Wir, kamu…!!”belum sempat Fia berucap
yang terus
mencoba mendekatinya, Wira menggenggam tanganku erat seakan takut aku
pergi
tanpanya
“Fi, aku minta maaf, aku tak bisa
menjawab pertanyaanmu
dengan kata yang mungkin tak ingin kau dengar tapi mungkin kamu bisa
mengerti.
Aku masih Wira yang dulu tapi tidak dengan perasaanku..!”
Ucapan Wira
cukup menyakitkan hati Fia yang
tak bisa berbuat apa-apa sampai berkatapun tak mampu. Kulangkahkan
kakiku
dengan penuh senyuman dalam hati lalu berbisik kalau Wira memiliki hati
yang
begitu baik tak hanya wajah dan fisiknya saja. Begitupun dengan Wira
yang
tersenyum penuh harap sesekali melepaskan genggaman tangannya hanya
untuk memegang kepalaku.